Sabtu, 18 Oktober 2014

Cerita #2

Ini adalah cerita pertama yang ditulis setelah bertemu dengan semester 7. Semester yang hampir semua orang menanyakan bagaimana kuliahnya ? sudah mulai siap proposalnya ? atau bahkan siap untuk seminar proposal dan langsung dengan fokus menyelesaikan skripsi ? Ini adalah hal yang sudah akrab menyapa ketika bertemu dengan setiap orang yang tau kalo saya sudah berada pada akhir masa kuliah.

Situasi seperti ini, hal yang dulu ketika menjadi anak bawang alias adik tingkat yang ribet cuma liatin kakak tingkatnya sibuk kesana-kemari, dengan wajah yang setengah layu karena kurang tidur. Dan sekarang ternyata situasi ini saatnya saya lewati..

Banyak hal yang sekarang saya temui, mulai dari sedikit tertekan (kalau menjadikan itu sebagai suatu tekanan), atau bahkan menguras dan menyita seluruh pikiran (so. soan fokus padahal galau :D )..
Ketika saat itulah saya semakin menyadari, yah saya sudah berada pada akhir masa kuliah saya..

Apa yang harus saya lakukan saat ini ? jawaban paling ampuh hanyalah "fokus dan tenang" ..
Mulai sedikit berteman dengan yang menjadi kewajibanmu "seru hati saya saat ini"

*bismillah semoga kelancaran dan kemudahan selalu menyertai sampai semuanya selesai dengan maksimal. aamiin

cerita belum jadi dan tidak akan pernah jadi :D



Haii,, seperti biasa aku menyapamu. Ritual di pagi hari untuk menyambut segala impian. Impian- impian yang terlihat masih samar namun selalu menjadi sebuah tujuan.
Hari ini aku kembali akan menjelajah, tepatnya menjelajah langkah-langkah yang sudah disusun namun belum bisa untuk menjadi sebuah peta perjalanan. Masih banyak tanda yang dibutuhkan untuk menjadikan sebuah peta yang lengkap dengan segala rambu- rambu.
Berangkat dan memulai hari bertemu dengan wajah- wajah ceria yang sering aku panggil mereka adalah titik semangat. Namun hanya tampak sebagai titik- titik kecil tanpa sedikitpun garis. Lemah hanya tanda itu yang aku temukan dalam titik- titik semangat.
                Rasanya hari ini aku ingin menjadi seorang pemberontak, tanpa harus berdiam dalam kurungan diri yang tanpa sedikit celah pintu. Tentunya sangat tidak ada jalan keluar dari kurungan terkokoh ini. Lagi- lagi mulutku selalu terkunci rapat, cukup semua suara itu hanya terdiam dalam dada.
                Sekeras apa aku mampu berteriak ? tampaknya semuanya tidak akan mampu untuk mendengar hanya dengan suara berbisik.. Seakan terhimpit ribuan ton batu.. Mana mungkin untuk bebas bergerak ? sangatlah tidak mungkin..
                Cerita yang paling pertama ingin ditulis dalam bait kata- kata terindah hanya satu cerita dengan beribu makna yang tersimpan, cerita saat semua menghilang tanpa jejak, cerita saat nafas- nafas tersentak waktu.
                Rasanya seperti ini memang benar- benar rasa terpahit dalam sebuah kenyataan.. Harus berusaha jalan dengan lurus tapi kenapa persimpangannya begitu banyak aku temui ? jalan- jalan ini bukan jalan yang ingin aku lalui tentunya. Bahkan dalam alam mimpi pun ini bukan jalan- jalan harapan yang menjadi sebuah tujuan terindah.
                Mengulang waktu ? apa mungkin ? jelas itu sangatlah tidak mungkin, mengulang waktu mungkin hanya akan menambah segala sakit itu makin dalam, atau mungkin sangat mudah untuk membuat luka itu membuat bekas yang baru. Ini hidupku yah aku tahu inilah hidupku, tampak suram di awal kehidupan.. Tapi entahlah aku tahu ini adalah awal dari sebuah cahaya terang itu..
                Ini memang terlalu gelap, bagaimana tidak semua cahaya yang setia menyinariku sengaja diredupkanya, bahkan dengan sekaligus di tutupnya dengan kekuasaan yang menurutnya akan membawanya menjadi penguasa hati manusia- manusia kosong. Terlihat serakah memang, bagaimana tidak semua ingin dikuasainya, seakan berperan sebagai seorang raja yang segala apa yang di ucapkannya adalah se
suatu keharusan yang tanpa alasan untuk menghindari untuk tidak  dilakukan. Sedikit terpandang sebagai sebuah paksaan, tapi yah seperti itulah kenyataannya.
                Orang itu yah aku panggil dia ‘orang itu’, orang dalam bentuk wujudnya tapi bukan nuraninya. Satu- satunya makhluk yang aku rasa sangat kejam.. tapi berhati, naah hatinya pun bukan hati yang biasa aku kenal. Entah terbuat dari jenis apa hatinya ? pasir kah ? atau bahkan batu ? entahlah hal sangat tidak ingin aku pikirkan.
                Cerita ini ibarat bak sebuah kisah usang yang bercerita tentang lirih pilu kesakitan jiwa tanpa henti dan tanpa akhir..