Sabtu, 26 Januari 2013

Filsafat Ilmu



Nama               : Ainul Fu’adah Hasanah
NIM                : 121160004
Kelas               : 1A
Mata Kuliah    : Filsafat Ilmu  
Tugas               : UAS Semester 1
Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

1.      Aliran Dualisme adalah Aliran yang berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Dari penjelasan di atas sangat bisa dimengerti dimana sumber ilmu itu tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Karena semua yang ada di dunia ini baik yang bersifat kecil ataupun besar mempunyai peranan masing- masing dalam perkembangan ilmu itu sendiri. Kalau orang- orang pendahulu kita ada yang berpendapat bahwa ilmu berkembang hanya dari satu sumber saja mungkin karena pengetahuan dan hasil penelitian mereka yang terbatas.
Banyak factor yang menjadi penyebab terbentuknya dualisme diantaranya karena semakin hari semakin bermunculan filsuf- filsuf yang pastinya sangat tertarik terhadap hal tersebut. Dan pemikiran merekapun pasti tidak sama, dengan pemikiran, sudut pandang dan cara meneliti terhadap sesuatu yang berbeda pasti ada perbedaan juga pada hasil yang diperoleh.
Misalkan, saya mau mengambil contoh manusia, dimana dari diri manusia yang berjasad satu tetapi dengan beribu macam alat kerja yang ada di dalamnya.. Untuk lebih spesifiknya lagi dulisme dari manusia itu adalah tubuh dan pikiran. Keduanya itu sama- sama mempunyai fungsi masing- masing, tubuh dengan fungsi yang lebih menonjol pada gerakan yang di hasilkan, sedangkan pikiran adalah sebuah hasih kerja otak.
Sama halnya dengan pengembangan ilmu menurut pandangan aliran dualisme, ilmu itu terdiri dari dua hakikat atau sumber pembentuk. Ilmu itu berkembang dari hasil pemikiran para ahli filsuf sebelum membagi- baginya lagi menjadi cabang ilmu. Jika ilmu hanya berasal dari satu sumber saja, kekuatan ilmu itu sendiri tidak terlalu kokoh karena factor pendukung yang kurang bisa jadi sandaran jika suatu saat banyak pemikiran- pemikiran yang bermunculan yang bisa menggeser hasil temuan mengenai ilmu tersebut.

2.      LOGICO HIPOTHETICO VERIFICATIF maksudnya adalah “Buktikan Bahwa itu logis, Tarik Hipotesis, Ajukan Bukti Empiris
Metode baku ilmiah ini adalah sebagai acuan kita dalam menghasilkan atau menyusun segala tulisan yang ada sangkut pautnya dengan ilmiah. Tulisan tidak bisa dikatakan sebagai karya tulis ilmiah jika tidak menuruti runtutan atau cara yang harus dilakukan suapaya tulisan kita benar- benar bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
Saya akan mengambil contoh karya tulis ilmiah hasil observasi terhadap Candi Borrobur. Dimana setelah kita melakukan pengamatan langsung kepada objek yang ingin kita teliti ada bayangan- bayangan yang muncul untuk jadi bahan tulisan kita, bisa menyoroti struktur bangunannya, sejarah berdirinya, atau nilai religi dan budayanya. Setelah melakukan pengamatan tersebut mulai kita menyusun sesuai dengan judul atau yang ingin kita rincikan lebih dalam, tetapi tidak cukup hanya dengan hasil pengamatan langsung kita langsung menyusun tulisan mengenai Candi Borrobudur tersebut tetapi kita juga harus di dampingi dengan refernsi- referensi yang bisa memperkuat tulisan kita. Setelah itu baru kita menyusun, dimulai dengan menyusun kata pengantarnya terlebih dahulu, kemudian menentukan apa yang akan dijadikan pembahasan dalam karya tulis ilmiah dengan menerangkan terlebih dahulu dalam latar belakang masalah, kemudian di pertanyaan- pertanyaan dalam rumusan masalah dan di jawab di tujuan penelitain. Setelah itu baru kita memasukan materi- materi dari hasil pengamatan kita dan materi- materi dari buku referensi pada BAB pembahasan. Setelah semuanya selesai baru kita bisa menceritakan sedikit apa yang ada dalam karya tulis ilmiah kita dalam abstrak. Untuk lebih memperkuat karya tulis kita jangan sampai kita lupa untuk menuliskan bahan referensi kita di daftar pustaka karena disanalah kekuatan yang menjadi pengokoh karya tulis ilmiah kita.

3.      Kalau menurut saya kebanyakan ayat- ayat Qur’an itu mengandung arti yang metafisis dimana kita dituntut untuk mengkaji lebih dalam lagi untuk memahami apa yang di maksudkan oleh ayat tersebut, supaya kita tidak salah untuk mengartikannya. Dan dari sifat metafisis tersebut muncul pemahaman- pemahaman yang sangat berbeda- beda dan hal tersebut juga yang bisa dijadikan acuan mereka yang mempunyai kajian khusus dan hal tersebut itu yang menjadikan agama Islam sendiri mempunyai umat yang berbeda keyakinan atau macam- macam keyakinan seperti NU, Persis, muhammadiah dan yang lainnya. Termasuk ajaran- ajaran yang menyimpang sekalipun.
Melihat dari sifat metafisis dari beberapa ayat al-qur’an tersebut tentu al-qur’an bisa di jadikan kajian filsafat karena membutuhkan pemikiran yang sangat ekstra sampai kita paham dan tahu pada dasar permasalahan yang diungkapkan pada ayat- ayat qur’an tersebut. Dan kalau disebutkan seorang filsuf itu sama dengan seorang Mubasir diamana mereka mengkaji satu persatu masalah yang bersifat metafisis tersebut sehingga bisa dipahami oleh orang awam seperti kita. Mengkaji dan meneliti sampai ke akar dasar permasalahan.
Dan disini saya mendapatkan ayat al-qur’an yang menurut saya ini bisa dijadikan kajian filsafat, yaitu QS. An-Nisa: 119 artinya “ Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan- angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga- telinga binatang ternak, (lalu mereka benar- benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar- benar mengubahnya). Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguh, dia menderita”.
Disini sangat jelas terlihat apabila kita membacanya hanya selintas saja pasti tidak akan bisa memahami apa yang di maksudkan dalam ayat tersebut, apa hubungannya manusia dengan telinga- telinga binatang ?
Dan hal tersebut juga yang bisa di jadikan kajian filsafat ilmu. Memang sedikit kita bisa memahami maksud dari ayat tersebut, diamana setan yang kerjaannya menggoda manusia hanya menginginkan manusia mengikuti apa yang mereka serukan dan mengabaikan seruan dari Allah, tapi kalau dikaji lebih dalam mengenai telinga- telinga binatang saya menemukan ketidak sesuaian dengan apa yang hendak di kaji dalam ayat tersebut, tapi itu hanyalah pandangan sepintas saya saja. Pasti kalau di hadapi oleh seorang filsuf atau Mubasir akan menjawab dengan berbeda karena merka lebih paham apa yang di maksudkan dalam ayat tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar